Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hadingmulung, Kearifan Lokal Di Perairan Alor Nusa Tenggara Timur

Pengelolaan sumberdaya laut selalu mendapatkan tekanan ancaman dari berbagai hal. Penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti pukat , bom dan potasium; pola pengawasan laut yang kurang optimal; serta tingkat kesadaran dan kepatuhan masyarakat untuk menjaga sumberdaya pesisir dan laut menjadi beberapa contoh. Sebagai pengguna sumberdaya utama dan pertama, masyarakat lokal menjadi salah satu kunci dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut.
Perairan Alor, NTT
Pada jaman dahulu, wilayah pesisir dan laut dilihat menjadi potensi kerajaan Baranusa yang sekarang berada dalam wilayah administratif Kecamatan Pantar Barat, Kabupaten Alor. Potensi ini menjadi sumber pangan dan penghidupan masyarakat sekitar. Maka dari itu, dewan adat beserta Raja Baranusa sepakat untuk melindungi wilayah perairan Pulau Batang dan Lapang yang menjadi penyedia sumberdaya pesisir dan laut yang utama dengan melakukan Hadingmulung.

Hadingmulung merupakan sebuah kearifan lokal masyarakat hukum adat Kerajaan Baranusa dalam melakukan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut dengan melakukan sistem pengaturan pemanfaatan yang diatur secara berkala.

Dalam kurun waktu tertentu yang telah disepakati antara dewan adat dan Raja, wilayah Hadingmulung akan ditutup sementara waktu untuk tidak dilakukan aktifitas pemanfaatan hingga waktu yang telah ditentukan untuk dapat dimanfaatkan kembali secara bersama. Hadingmulung ini berfungsi menjaga keberlanjutan stok biota laut yang ada di perairan Pulau Batang dan Lapang. Selain itu, digunakan juga sebagai alat membangun hubungan kekerabatan antar wilayah, ketika proses buka hadingmulung (mengambil hasil sumberdaya laut), masyarakat di luar kerajaan Baranusa juga dipersilahkan untuk mengambil sumberdaya laut tersebut.  Keberadaan Hadingmulung ini mulai meluntur dari tahun ke tahun, bahkan cenderung hilang. Terutama setelah tahun 1977. Hal ini disebabkan beberapa faktor, diantaranya adalah masuknya partai politik, ledakan jumlah penduduk dan era modernisasi yang mendorong masyarakat berfikir praktis dan cepat dalam memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut.

Dalam kondisi tersebut, keberlangsungan ekosistem beserta biota laut menjadi terancam. Daerah tangkapan nelayan semakin jauh, populasi ikan semakin menurun, terumbu karang sebagai rumah ikan juga turut menjadi rusak. Masyarakat berpendapat bahwa wilayah pengelolaan laut dengan aturan hukum adat masih bisa berperan penting kembali dalam menjaga sumberdaya laut sekaligus menjaga tradisi budaya adat yang ada sejak jaman dahulu di Kerajaan Baranusa. Hal ini menjadi semacam penegas identitas masyarakat adat di wilayah tersebut.

Sumber : Hadingmulung, Sebuah Pendekatan Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Sumberdaya Laut di Perairan Alor

Semoga Bermanfaat...

Posting Komentar untuk "Hadingmulung, Kearifan Lokal Di Perairan Alor Nusa Tenggara Timur"